4/20/13

GOODNESS | personal review from samuel mulia


Tidak Mengerti

oleh Samuel Mulia


Mengerti itu bagus. Tidak mengerti kayaknya kok jauuh…..lebih bagus.

Judul pamerannya GOODNESS. Idenya dari wejangan/nasihat yang turun menurun diberikan orang tua ke anak-anaknya. Saya sendiri masih ngalamin wejangan-wejangan orang tua yang punya background budaya Jawa...misal...kalo pindahan kontrakan, hari baiknya kapan....atau pas nikah....atau pas mau bangun rumah.
Saya sendiri kadang percaya mimpi juga....pernah baca diprimbon Jawa...arti mimpi di jam-jam tertentu :-) Atau pengalaman saya waktu memberi nama anak saya...aku diajari menghitung wetonnya untuk menemukan nama yang pas. Kadang ga ngerti juga seh maksudnya kenapa orang tua selalu percaya itu. Saya kadang mengambil sikap oportunis aja...kalo itu membawa kebaikan, ya di "amin"in aja :-) lha di pameran ini sembari berproses secara teknis dan tema untuk mengerti semua itu....

Demikian email yang saya terima dari Mas Hendra HeHe. Dan saya sungguh teramat tertarik dengan kalimatnya “Kadang ga ngerti juga.” Kalau ia tak mengerti mengapa orang tua percaya cerita di atas, maka saya sendiri tak bisa mengerti mengapa ada nama orang kok ya HeHe, yang buat saya itu sebuah ekspresi orang tergelak tawa, saat menuliskannya dalam bentuk pesan. Misalnya, kamu banci ya? Ya..Hehehe….
Saya itu sampai berbicara sama diri saya sendiri, kalau seniman itu sukanya ya kayak gitu. Makin nyeleneh, makin dianggap menarik. Makin tak bisa dimengerti karyanya, harganya makin mahal. Salah satunya ya karya Mas HeHe ini. Karyanya belum mampu saya miliki saking price tagnya banyak memiliki nol di belakangnya, yang tak sesuai untuk ukuran kantong saya dan tak bisa saya mengerti, kok yaaa…nolnya banyak sekali.
Setelah membaca berulang kali email yang dikirimkannya kepada saya, saya kemudian bertanya kepada otak saya,  apa sih perlunya mengerti itu? Apa perlunya mengerti semua yang terjadi di alam semesta ini? Waktu saya masih duduk dan berkeliaran sebagai mahasiswa kedokteran, mengerti adalah sebuah keharusan. Katanya kalau mengerti pelajarannya tak perlu dihafalkan. Pengertian membuat kemudahan.  
Saya tak mengelak bahwa itu ada benarnya. Tetapi dalam perjalanan hidup setelah masa menjadi mahasiswa drop out, justru mengerti membuat saya takut untuk berbuat ini dan itu. Mengerti membuat saya seperti barang fabrikan. Mengerti mengundang rasa takut yang sangat.  Mengerti membuat saya takut kalau saya sampai tidak mengerti dan sampai orang lain tak bisa mengerti apa yang yang saya sampaikan. Dan ketika orang lain tak mengerti, maka mereka memberi predikat bodoh secepat kilat. 
Berulang kali kalau saya mengajar di beberapa institusi, saya mengajukan pertanyaan yang sama, apakah bodoh itu. Ruang berisi sekitar tiga puluhan manusia biasanya mendadak sepi seperti kuburan. Karena pengertian mengajarkan bodoh adalah kalau tidak pandai matematika, tidak pandai dalam ilmu pasti. Padahal hidup ini tak bisa selalu dimengerti. Mengerti itu melelahkan batin dan mematahkan semangat.
Saya selalu berusaha untuk mengerti mengapa ada orang yang tidak memercayai adanya Tuhan. Kemudian terjadi pertikaian pengertian ketika saya mencoba mengerti mengapa demikian. Mau mencoba mengerti memiliki resiko untuk gagal mengerti, bukan menjadi tidak mengerti. Dan kegagalan mengerti membuat pertikaian terjadi dan berakhir dengan melahirkan kelompok-kelompok. Tidak mengerti tidak menghasilkan apa-apa. La wong nggak ngerti.
Saya mencoba untuk mengerti mengapa banyak orang menasehati saya untuk berbuat baik, untuk rendah hati, untuk memaafkan, untuk memiliki hati yang tak mudah cemburu, tak mudah naik pitam, sabar dalam segala hal dan bl bla bla. Sementara berbuat baik itu baru bisa kalau seseorang pernah berbuat tidak baik. Dan bagaimana bisa mengatakan ini yang baik, kalau tidak ada pembandingnya yang bernama tidak baik?
Maka cita-cita saya dahulu mau menjadi pendeta saya tanggalkan. Karena saya mencoba mengerti tetapi gagal dan jadi putus asa karena tidak mengerti. Padahal mengerti yang melahirkan keputusasaan. Saya mencoba mengerti kok ada profesi yang bisa menasehati orang untuk menjadi baik, padahal ia sendiri tahu kemungkinan itu kecil sekali dilakukan manusia yang dikotbahi dan dirinya sendiri.
Waktu saya menulis pendapat ini di sosial media, seorang teman yang mencintai jalan Tuhan menegur saya, kamu jangan menyindir pendeta. Ketika saya tidak mengerti, orang lain naik pitam. Bukan kah hak saya untuk tidak mengerti la wong otak saya beda kok IQ, EQ dan SQnya? Mengerti itu melahirkan cenut-cenut di kepala.

Maka telah saya putuskan untuk tak perlu mengerti semua kasus yang terjadi di dunia ini. Saya tak mau melelahkan batin saya untuk selalu mengerti. Kalau melihat karya Mas HeHe dan melangkahkan kaki masuk ke ruang pamerannya, saya akan melihat dengan kepala yang kosong, yang tidak dipenuhi dengan analisa, kritik soal ini dan itu. Saya tak perlu manggut-manggut di depan hasil karyanya, diam merenung begitu lamanya untuk mencoba mengerti  supaya kelihatan sok mengerti. Sok mengerti itu sudah terlalu out dated. So yesterday gitu loh.
Saya tak perlu merasa rikuh kalau setelah melihat karyanya, saya tak mengerti apa yang dibuatnya. Apalagi yang membuatnya saja, sedang dalam masa pencarian, sedang berproses. Jadi yang membuat karya dan yang menikmati karyanya, sama-sama tak mengerti. Yang penting saya aminkan kalau dari ketidak mengertian itu, yang berkarya dan yang melihat karya merasa bahagia di dalam jiwa keduanya.
Tidak mengerti senantiasa memberi kesempatan untuk mencari. Tak akan berhenti meski kadang melelahkan, tetapi setelah itu bangkit kembali dan mencari lagi. Sehingga dunia ini berputar bukan karena penjelasan eksak yang bisa dimengerti, tetapi karena manusia yang di dalamnya terus mencari, karena mereka tak mengerti.
Dan kalau sampai di batas akhir kehidupan, saya dan siapa pun itu tak juga bisa mengerti untuk sekian banyak episode kehidupan yang terjadi, itu bukan sebuah kegagalan hidup seorang manusia. Itu sebuah cara mengakhiri hidup dalam sebuah perjalanan yang membahagiakan jiwa. Seperti cinta yang tak bisa dimengerti, yang jauh lebih sulit dari matematika, tetapi itu membahagiakan yang memilikinya. Tidak mengerti membebaskan jiwa. It sets you free!


No comments: